Setengah abad lebih, setelah
dibacakan kalimat proklamasi oleh Ir. Soekarno di hadapan ribuan rakyat,
Indonesia dinyatakan sebagai negara yang merdeka dari penjajahan bangsa asing. Selama setengah abad
lebih itu pula, bangsa ini telah mengalami banyak gelombang untuk menegakkan
konstitusi agar dapat berdiri tegak di atas tanahnya sendiri. Mulai dari orde
lama sampai pada masa reformasi saat ini. Mulai dari pemimpin yang tegas,
otoriter, sampai pada pemimpin yang sering dikritik oleh rakyatnya sendiri.
Semua itu tidak lepas dari peran pemuda bangsa ini. Pemuda sering di
sebut-sebut sebagai aktor penggerak perubahan. Akan tetapi perubahan seperti
apakah yang seharusnya dibawa oleh pemuda.
Kondisi Indonesia pada saat
perjuangan melawan penjajah sangatlah berbeda dengan kondisi masa reformasi
saat ini. Begitupun kondisi pemudanya, yang bisa disaksikan sekarang dengan tokoh-tokoh
yang digambarkan dalam berbagai buku sejarah sangatlah berbeda. Mulai dari
mentalnya, kepedulian sosial, sampai pada kemampuan kreatifitasnya. Keduanya
sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana pemuda
memaknai peran sesuai dengan jamannya.
Pemuda memiliki semangat untuk
berubah dan kemampuan untuk melakukan perubahan. Hal ini yang menjadi peran
paling penting dari pemuda. Potensi pemuda menjadi sumber daya terbesar dan
aset termahal di negara manapun. Di Indonesia, gerakan pemuda memang selalu
berkaitan erat dengan arus perubahan nasib bangsa. Di era reformasi ini arus
demokrasi dan kebebasan menjadi landasan bangsa Indonesia. Gerakan pemuda pun
beradaptasi dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi negara Indonesia.
Mulai dari perjuangan melawan penjajah hingga perjuangan dalam meningkatkan
pembangunan bangsa.
Kondisi bangsa ini pun dapat
dikatakan mengalami perubahan secara fluktuatif. Dari kondisi ekonomi yang
benar-benar miskin karena beratus-ratus tahun hartanya telah digali penjajah.
Sampai sekarang bisa dikatakan cukup makmur “bagi kalangan kaum tertentu”. Ya
benar, Indonesia memang telah makmur, makmur menguras tenaga rakyat kecil,
sehingga pemimpinnya bisa menikmati kemewahan fasilitas yang disediakan dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Fasilitas yang diberikan pun tidak main-main, mulai dari mobil dinas,
rumah mewah dinas, perjalanan dinas. Tapi jarang sekali kita mendengar pemimpin
kerja dinas untuk menyejahterakan rakyat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
besar, namun bangsa ini menderita karena kezaliman para pemimpinnya. Sudah
cukup lama bangsa Indonesia mengalami Krisis multidimensional. Mulai dari
ekonomi, moneter, hukum, moral dan masih banyak lagi.
Indonesia dapat dikatakan negara
berkembang. Akan tetapi, perkembangan tersebut masih belum dapat terlepas dari
intervensi beberapa negara yang menanamkan modalnya di tanah kaya Indonesia.
Barbagai kebijakan memang telah disusun pemerintah untuk menegakkan konstitusi
negara. Seperti yang dijelaskan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam
sosialisasi 4 pilar di Jawa Tengah awal September 2012 lalu, bahwa 4 pilar
yakni Pancasila, UUD’45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan satu kesatuan
tonggak untuk menegakkan konstitusi bangsa ini. Tonggak untuk mewujudkan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang mandiri. Namun, apakah keempat pilar tersebut
sudah efektif diterapkan di negeri ini jika tidak dibarengi dengan ketulusan
pemimpin dalam membangun negara. Serta peran pemuda yang seharusnya harmonis
dengan kebijakan pemerintah. Bahkan sesempurna perundang-undangan yang dibuat
di negara ini sekalipun, tak akan pernah cukup untuk merubah bangsa ini jika
tidak diimplementasikan secara menyeluruh dan utuh dalam berbagai aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagus apapun peraturan yang telah
dirangkai, jika tidak diaplikasikan, maka hasilnya tetap saja nihil. Dan itulah
yang terjadi dalam tubuh dan jiwa bangsa kita saat ini. Maka tidak heran jika
kekuatan konstitusi kita masih saja dikuasai oleh segelintir orang kaya di
negara ini. Kekuatan konstitusi tidak sekuat kekuatan pemilik modal. Bahkan
Presiden di negara ini yang sejatinya memiliki kekuasaan tertinggi untuk
menegakkan konstitusi, terkesan hanya sebagai simbol pemimpin negara yang masih
ditentukan oleh keputusan pemilik modal. Hasilnya, keputusan yang seharusnya
diambil pemerintah berdasarkan kebutuhan rakyat, masih diorientasikan dengan
keinginan penanam modal. Dan sayangnya, keputusan yang diinginkan pemilik modal
lebih sering memihak pada kebutuhan pribadi dan golongannya. Hal ini sangat
terlihat dari naluri manusia yang ingin memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu. Hingga
yang menjadi korban lagi-lagi mental rakyatnya, yang ingin marah tetapi tak
punya kekuatan. Akhirnya kemarahan itu dilampiaskan dengan balas dendam untuk
melakukan hal yang sama bagi kepentingan golongannya. Secara psikologis sifat
tersebut tidak disadari dengan baik. Maka tidak heran jika sekarang mahasiswa
banyak yang meneriakkan kata idealisme, tapi tak ada perubahan mutlak yang dilakukan
ketika giliran mereka yang menduduki peran sebagai pimpinan. Sehingga mental
pemuda bisa dikatakan tidak mengalami kenaikan secara signifikan, justru
cenderung stagnan.
Akibatnya, yang terjadi adalah
penggalian harta Indonesia yang seharusnya menjadi hak bangsa ini, tetap saja
dikuasai bangsa asing. Indonesia masih belum bisa terlepas dari masalah
intervensi oleh kekuatan asing. Alasannya karena Indonesia belum mempunyai
teknologi yang memadahi untuk mengolah sumber daya alamnya. Dan hal itu pula yang
menyebabkan tidak lebih 20 persen saja hasil kekayaan SDA yang masuk
kedalam kas negara. Lantas dimana
sebenarnya kekuatan konstitusi negara kita.
Kebutuhan Impor bahan pangan yang
seharusnya bisa dihasilkan secara swadaya oleh negara agraris ini, tidak segera
dapat dilihat penurunannya. Bahkan pengolahan minyak bumi seperti Pertamina,
keuntungan yang masuk APBN tidak lebih dari 30 persen, sisanya tentu saja sudah
menjadi hak milik penanam modal. Lalu bagaimana dengan pemasukan dari
perusahaan tambang milik swasta yang justru lebih menjamur di negara ini.
Seberapa besar hasil alam yang dikembalikan ke dalam kas negara? Walhasil,
slogan pembangunan negara macet, karena kehabisan modal, atau tetap jalan
tetapi dengan kondisi seadanya.
Akhirnya solusi yang dianggap
paling efektif adalah dengan memotong subsidi di berbagai sektor yang justru
bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat kecil. Rakyat yang
sehari-seharinya harus berhemat untuk mencukupi kebutuhannya, dipaksa untuk
lebih berhemat lagi tanpa ada usaha pemberdayaan secara optimal. Subsidi
pendidikan pun masih dihitung-hitung. Padahal pendidikan anak bangsa ini lah yang
seharusnya menjadi bekal utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Sehingga tidak ada lagi alasan jika negara ini belum mempunyai teknologi dan
ahli yang dapat mengelola sumber daya alam Indonesia secara mandiri.
Beberapa program pemerintah yang
tidak masuk akal pun mulai dicanangkan untuk memberi kesan kepedulian terhadap
sektor ekonomi mikro. Dengan dalil memberi modal dalam bentuk bantuan langsung
tunai, pemerintah sudah cukup menjadi pahlawan di hadapan rakyatnya sendiri.
Tetapi tetap saja konstitusi kita ini masih menjadi kerdil jika dihadapkan
dengan pemilik modal dari asing. Bantuan-bantuan pemerintah akan menjadi nol,
jika tidak dibarengi dengan pembekalan keterampilan secara optimal. Karena
rakyat kita ini memiliki kemampuan tetapi belum mempunyai mental cukup untuk
mandiri. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan penuh dari berbagai hal untuk
dapat mendirikan sektor ekonomi mikro ini menjadi kekuatan besar dalam
meningkatkan ekonomi bangsa.
Dan upaya itu akan menjadi sangat
optimal jika peran pemuda bangsa dapat menyentuh beberapa aspek kehidupan
terutama di kalangan masyarakat kecil secara langsung. Sektor ekonomi mikro
memiliki potensi yang cukup besar untuk menunjang pembangunan ekonomi makro di
negara ini. Karena pada dasarnya, ekonomi mikro merupakan motor penggerak utama
dalam ekonomi rakyat yang mayoritas sebagai home industri. Bangsa ini tidak
bisa meremehkan peran home industri, baik sektor pertanian, perikanan, sampai
pada industri kreatif, dan bahkan bisa dikembangkan dalam peningkatan teknologi.
Hal ini bisa kita bandingkan dengan negara cina yang mampu mengelola sektor
home industrinya sehingga mampu menjadi kekuatan besar bagi perekonomian
negaranya.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu
inovasi kreatif dari para pemuda bangsa dalam mendorong majunya industri
masyarakat kecil. Karena pemuda sejatinya memiliki berbagai macam ide yang
mampu menyentuh masyarakat kecil secara langsung. Contohnya dalam pengembangan
komunitas atau yang sering di sebut sebagai desa binaan. Ada beberapa kegiatan
yang dapat dilakukan melalui desa binaan tersebut. Mulai dari aktivitas sosial,
sociopreneur, hingga technopreneur dapat dikembangkan dalam rangka pemberdayaan
potensi masyarakat. Sehingga diharapkan, upaya tersebut dapat secara efektif
meningkatkan ekonomi rakyat secara mandiri dan terorganisir. Tentu saja usaha
tersebut akan menjadi optimal ketika berbagai pihak, terutama pemerintah dalam
ikut berperan serta bersama pemuda baik dari kalangan akademisi, mahasiswa,
hingga swasta. Keseluruhan pihak ini harus mampu bersinergi untuk mewujudkan
peningkatan ekonomi rakyat yang mandiri dan berkelanjutan.
Jika seorang profesor sekalipun
mengatakan bahwa penelitian adalah hal paling utama dalam mewujudkan
pembangunan bangsa, hal itu tidak akan menjadi suatu karya yang luar biasa jika
tidak diaplikasikan untuk kebermanfaatan. Oleh karena itu, peran pemuda lah
yang menjadi garda terdepan untuk dapat mengaplikasikan berbagai hasil
penelitian ke dalam dunia nyata. Sehingga dapat menghasilkan nilai jual serta
dapat menjadi kekuatan dalam mewujudkan pembangunan bangsa. Hal ini tidak akan
terlepas dari peran pemerintah yang seharusnya lebih memperhatikan perkembangan
rakyatnya dibandingkan dengan kepentinagn pemilik modal yang sifatnya sementara
dan useless bagi rakyat kecil. Karena
semakin negara kita dikuasai oleh intervensi asing, maka akan semakin habis
pula sumber daya negara ini tanpa ada timbal balik yang seimbang. Oleh karena
itu, pemerintah harus lebih serius dalam menanggapi hasil karya yang diciptakan
pemuda bangsa sekalipun standarnya masih di bawah produk asing. Lagipula, kita
menggunakannya di dalam negara kita sendiri, mengapa harus menetapkan standar
asing bagi produk kita sendiri.
Jika entrepreneur dengan korporasi
besar bukanlah solusi yang relevan bagi masalah sosial yang ada saat ini, maka
lebih dari 200 juta manusia Indonesia membutuhkan bentuk baru yang dapat
menjawab tantangan global yang semakin kompleks. Disfungsi sistem dan
eksploitasi sosial. Ketidakseimbangan yang kemudian memancing jiwa - jiwa entrepreneur
yang lebih idealis. Kreativitas rakyat yang kini dikerdilkan dengan iming -
iming lapangan kerja, harus ditumbuhkan kembali. Kubangan pekerja telah menanti
ide - ide baru yang menutup telinga pada stereotip yang berkembang, menciptakan
nilai multidimensi, dan tak hanya bermimpi tentang bagaimana menciptakan sebuah
kesepakatan, tapi menuju pada kondisi ideal.
Sejarah mengatakan tanpa pemuda
negeri ini tidak akan menikmati kemerdekaan dan terus menerus hidup dalam
ketidakadilan. Perubahan menjadi indikator suatu keberhasilan terhadap sebuah
gerakan pemuda. Perubahan menjadi sebuah kata yang memiliki daya magis yang
sangat kuat sehingga membuat gentar orang yang mendengarnya, terutama mereka
yang telah merasakan kenikmatan dalam iklim status quo. Kekuatannya begitu
besar hingga dapat menggerakkan kinerja seseorang menjadi lebih produktif.
Keinginan akan suatu perubahan melahir sosok pribadi yang berjiwa optimis.
Optimis bahwa hari depan pasti lebih baik. Jadi, bangsa ini harus mampu
berubah, berubah menjadi bangsa yang mandiri bersama dengan inovasi para
pemuda.