Minggu, 16 September 2012

Indonesia Bisa Bersama Pemuda


Setengah abad lebih, setelah dibacakan kalimat proklamasi oleh Ir. Soekarno di hadapan ribuan rakyat, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang merdeka dari  penjajahan bangsa asing. Selama setengah abad lebih itu pula, bangsa ini telah mengalami banyak gelombang untuk menegakkan konstitusi agar dapat berdiri tegak di atas tanahnya sendiri. Mulai dari orde lama sampai pada masa reformasi saat ini. Mulai dari pemimpin yang tegas, otoriter, sampai pada pemimpin yang sering dikritik oleh rakyatnya sendiri. Semua itu tidak lepas dari peran pemuda bangsa ini. Pemuda sering di sebut-sebut sebagai aktor penggerak perubahan. Akan tetapi perubahan seperti apakah yang seharusnya dibawa oleh pemuda.
Kondisi Indonesia pada saat perjuangan melawan penjajah sangatlah berbeda dengan kondisi masa reformasi saat ini. Begitupun kondisi pemudanya, yang bisa disaksikan sekarang dengan tokoh-tokoh yang digambarkan dalam berbagai buku sejarah sangatlah berbeda. Mulai dari mentalnya, kepedulian sosial, sampai pada kemampuan kreatifitasnya. Keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana pemuda memaknai peran sesuai dengan jamannya.
Pemuda memiliki semangat untuk berubah dan kemampuan untuk melakukan perubahan. Hal ini yang menjadi peran paling penting dari pemuda. Potensi pemuda menjadi sumber daya terbesar dan aset termahal di negara manapun. Di Indonesia, gerakan pemuda memang selalu berkaitan erat dengan arus perubahan nasib bangsa. Di era reformasi ini arus demokrasi dan kebebasan menjadi landasan bangsa Indonesia. Gerakan pemuda pun beradaptasi dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi negara Indonesia. Mulai dari perjuangan melawan penjajah hingga perjuangan dalam meningkatkan pembangunan bangsa.
Kondisi bangsa ini pun dapat dikatakan mengalami perubahan secara fluktuatif. Dari kondisi ekonomi yang benar-benar miskin karena beratus-ratus tahun hartanya telah digali penjajah. Sampai sekarang bisa dikatakan cukup makmur “bagi kalangan kaum tertentu”. Ya benar, Indonesia memang telah makmur, makmur menguras tenaga rakyat kecil, sehingga pemimpinnya bisa menikmati kemewahan fasilitas yang disediakan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.  Fasilitas yang diberikan pun tidak main-main, mulai dari mobil dinas, rumah mewah dinas, perjalanan dinas. Tapi jarang sekali kita mendengar pemimpin kerja dinas untuk menyejahterakan rakyat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, namun bangsa ini menderita karena kezaliman para pemimpinnya. Sudah cukup lama bangsa Indonesia mengalami Krisis multidimensional. Mulai dari ekonomi, moneter, hukum, moral dan masih banyak lagi.
Indonesia dapat dikatakan negara berkembang. Akan tetapi, perkembangan tersebut masih belum dapat terlepas dari intervensi beberapa negara yang menanamkan modalnya di tanah kaya Indonesia. Barbagai kebijakan memang telah disusun pemerintah untuk menegakkan konstitusi negara. Seperti yang dijelaskan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam sosialisasi 4 pilar di Jawa Tengah awal September 2012 lalu, bahwa 4 pilar yakni Pancasila, UUD’45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan satu kesatuan tonggak untuk menegakkan konstitusi bangsa ini. Tonggak untuk mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri. Namun, apakah keempat pilar tersebut sudah efektif diterapkan di negeri ini jika tidak dibarengi dengan ketulusan pemimpin dalam membangun negara. Serta peran pemuda yang seharusnya harmonis dengan kebijakan pemerintah. Bahkan sesempurna perundang-undangan yang dibuat di negara ini sekalipun, tak akan pernah cukup untuk merubah bangsa ini jika tidak diimplementasikan secara menyeluruh dan utuh dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagus apapun peraturan yang telah dirangkai, jika tidak diaplikasikan, maka hasilnya tetap saja nihil. Dan itulah yang terjadi dalam tubuh dan jiwa bangsa kita saat ini. Maka tidak heran jika kekuatan konstitusi kita masih saja dikuasai oleh segelintir orang kaya di negara ini. Kekuatan konstitusi tidak sekuat kekuatan pemilik modal. Bahkan Presiden di negara ini yang sejatinya memiliki kekuasaan tertinggi untuk menegakkan konstitusi, terkesan hanya sebagai simbol pemimpin negara yang masih ditentukan oleh keputusan pemilik modal. Hasilnya, keputusan yang seharusnya diambil pemerintah berdasarkan kebutuhan rakyat, masih diorientasikan dengan keinginan penanam modal. Dan sayangnya, keputusan yang diinginkan pemilik modal lebih sering memihak pada kebutuhan pribadi dan golongannya. Hal ini sangat terlihat dari naluri manusia yang ingin memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu. Hingga yang menjadi korban lagi-lagi mental rakyatnya, yang ingin marah tetapi tak punya kekuatan. Akhirnya kemarahan itu dilampiaskan dengan balas dendam untuk melakukan hal yang sama bagi kepentingan golongannya. Secara psikologis sifat tersebut tidak disadari dengan baik. Maka tidak heran jika sekarang mahasiswa banyak yang meneriakkan kata idealisme, tapi tak ada perubahan mutlak yang dilakukan ketika giliran mereka yang menduduki peran sebagai pimpinan. Sehingga mental pemuda bisa dikatakan tidak mengalami kenaikan secara signifikan, justru cenderung stagnan.
Akibatnya, yang terjadi adalah penggalian harta Indonesia yang seharusnya menjadi hak bangsa ini, tetap saja dikuasai bangsa asing. Indonesia masih belum bisa terlepas dari masalah intervensi oleh kekuatan asing. Alasannya karena Indonesia belum mempunyai teknologi yang memadahi untuk mengolah sumber daya alamnya. Dan hal itu pula yang menyebabkan tidak lebih 20 persen saja hasil kekayaan SDA yang masuk kedalam  kas negara. Lantas dimana sebenarnya kekuatan konstitusi negara kita.
Kebutuhan Impor bahan pangan yang seharusnya bisa dihasilkan secara swadaya oleh negara agraris ini, tidak segera dapat dilihat penurunannya. Bahkan pengolahan minyak bumi seperti Pertamina, keuntungan yang masuk APBN tidak lebih dari 30 persen, sisanya tentu saja sudah menjadi hak milik penanam modal. Lalu bagaimana dengan pemasukan dari perusahaan tambang milik swasta yang justru lebih menjamur di negara ini. Seberapa besar hasil alam yang dikembalikan ke dalam kas negara? Walhasil, slogan pembangunan negara macet, karena kehabisan modal, atau tetap jalan tetapi dengan kondisi seadanya.
Akhirnya solusi yang dianggap paling efektif adalah dengan memotong subsidi di berbagai sektor yang justru bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat kecil. Rakyat yang sehari-seharinya harus berhemat untuk mencukupi kebutuhannya, dipaksa untuk lebih berhemat lagi tanpa ada usaha pemberdayaan secara optimal. Subsidi pendidikan pun masih dihitung-hitung. Padahal pendidikan anak bangsa ini lah yang seharusnya menjadi bekal utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga tidak ada lagi alasan jika negara ini belum mempunyai teknologi dan ahli yang dapat mengelola sumber daya alam Indonesia secara mandiri.
Beberapa program pemerintah yang tidak masuk akal pun mulai dicanangkan untuk memberi kesan kepedulian terhadap sektor ekonomi mikro. Dengan dalil memberi modal dalam bentuk bantuan langsung tunai, pemerintah sudah cukup menjadi pahlawan di hadapan rakyatnya sendiri. Tetapi tetap saja konstitusi kita ini masih menjadi kerdil jika dihadapkan dengan pemilik modal dari asing. Bantuan-bantuan pemerintah akan menjadi nol, jika tidak dibarengi dengan pembekalan keterampilan secara optimal. Karena rakyat kita ini memiliki kemampuan tetapi belum mempunyai mental cukup untuk mandiri. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan penuh dari berbagai hal untuk dapat mendirikan sektor ekonomi mikro ini menjadi kekuatan besar dalam meningkatkan ekonomi bangsa.
Dan upaya itu akan menjadi sangat optimal jika peran pemuda bangsa dapat menyentuh beberapa aspek kehidupan terutama di kalangan masyarakat kecil secara langsung. Sektor ekonomi mikro memiliki potensi yang cukup besar untuk menunjang pembangunan ekonomi makro di negara ini. Karena pada dasarnya, ekonomi mikro merupakan motor penggerak utama dalam ekonomi rakyat yang mayoritas sebagai home industri. Bangsa ini tidak bisa meremehkan peran home industri, baik sektor pertanian, perikanan, sampai pada industri kreatif, dan bahkan bisa dikembangkan dalam peningkatan teknologi. Hal ini bisa kita bandingkan dengan negara cina yang mampu mengelola sektor home industrinya sehingga mampu menjadi kekuatan besar bagi perekonomian negaranya.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu inovasi kreatif dari para pemuda bangsa dalam mendorong majunya industri masyarakat kecil. Karena pemuda sejatinya memiliki berbagai macam ide yang mampu menyentuh masyarakat kecil secara langsung. Contohnya dalam pengembangan komunitas atau yang sering di sebut sebagai desa binaan. Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan melalui desa binaan tersebut. Mulai dari aktivitas sosial, sociopreneur, hingga technopreneur dapat dikembangkan dalam rangka pemberdayaan potensi masyarakat. Sehingga diharapkan, upaya tersebut dapat secara efektif meningkatkan ekonomi rakyat secara mandiri dan terorganisir. Tentu saja usaha tersebut akan menjadi optimal ketika berbagai pihak, terutama pemerintah dalam ikut berperan serta bersama pemuda baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, hingga swasta. Keseluruhan pihak ini harus mampu bersinergi untuk mewujudkan peningkatan ekonomi rakyat yang mandiri dan berkelanjutan.
Jika seorang profesor sekalipun mengatakan bahwa penelitian adalah hal paling utama dalam mewujudkan pembangunan bangsa, hal itu tidak akan menjadi suatu karya yang luar biasa jika tidak diaplikasikan untuk kebermanfaatan. Oleh karena itu, peran pemuda lah yang menjadi garda terdepan untuk dapat mengaplikasikan berbagai hasil penelitian ke dalam dunia nyata. Sehingga dapat menghasilkan nilai jual serta dapat menjadi kekuatan dalam mewujudkan pembangunan bangsa. Hal ini tidak akan terlepas dari peran pemerintah yang seharusnya lebih memperhatikan perkembangan rakyatnya dibandingkan dengan kepentinagn pemilik modal yang sifatnya sementara dan useless bagi rakyat kecil. Karena semakin negara kita dikuasai oleh intervensi asing, maka akan semakin habis pula sumber daya negara ini tanpa ada timbal balik yang seimbang. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dalam menanggapi hasil karya yang diciptakan pemuda bangsa sekalipun standarnya masih di bawah produk asing. Lagipula, kita menggunakannya di dalam negara kita sendiri, mengapa harus menetapkan standar asing bagi produk kita sendiri.
Jika entrepreneur dengan korporasi besar bukanlah solusi yang relevan bagi masalah sosial yang ada saat ini, maka lebih dari 200 juta manusia Indonesia membutuhkan bentuk baru yang dapat menjawab tantangan global yang semakin kompleks. Disfungsi sistem dan eksploitasi sosial. Ketidakseimbangan yang kemudian memancing jiwa - jiwa entrepreneur yang lebih idealis. Kreativitas rakyat yang kini dikerdilkan dengan iming - iming lapangan kerja, harus ditumbuhkan kembali. Kubangan pekerja telah menanti ide - ide baru yang menutup telinga pada stereotip yang berkembang, menciptakan nilai multidimensi, dan tak hanya bermimpi tentang bagaimana menciptakan sebuah kesepakatan, tapi menuju pada kondisi ideal.
Sejarah mengatakan tanpa pemuda negeri ini tidak akan menikmati kemerdekaan dan terus menerus hidup dalam ketidakadilan. Perubahan menjadi indikator suatu keberhasilan terhadap sebuah gerakan pemuda. Perubahan menjadi sebuah kata yang memiliki daya magis yang sangat kuat sehingga membuat gentar orang yang mendengarnya, terutama mereka yang telah merasakan kenikmatan dalam iklim status quo. Kekuatannya begitu besar hingga dapat menggerakkan kinerja seseorang menjadi lebih produktif. Keinginan akan suatu perubahan melahir sosok pribadi yang berjiwa optimis. Optimis bahwa hari depan pasti lebih baik. Jadi, bangsa ini harus mampu berubah, berubah menjadi bangsa yang mandiri bersama dengan inovasi para pemuda.