Kamis, 18 Oktober 2012

Renungan buat Si Hati


Jujur kukatakan, manusia itu tak ada yang sempurna. Bahkan, ketika kita ingin menjadi seseorang yang benar-benar menjaga. Menjaga lisan, menjaga perbuatan, sampai menjaga hati. Tapi kuakui, sekuat apapun diri ini berusaha, hati ini tak dapat membungkamnya. Ia selalu berkecamuk sesukanya sendiri. Sudah ku larang. Tapi tak mau. Ia tetap ingin bebas.
Dari awal akalku sudah berusaha mengurungnya. Tapi nafsuku juga sering membebaskannya. Empat tahun itu bukan waktu yang sebentar untuk ukuran manusia. Sekalipun itu angka yang singkat untuk perputaran alam semesta. Seharusnya cukup di awal saja aku membiarkan hatiku bebas. Di masa akalku belum bisa berpikir tentang hati. Disaat ia hanya bisa berpikir untuk melakukan apa yang ingin ia lakukan. Seharusnya cukup saat itu saja. Jangan berlanjut, jangan mendalam. Tapi betapa bodohnya akalku yang membiarkan si hati semakin mendalam. Membiarkan apa yang ingin ia lakukan semakin jauh. Dan sekarang akal sudah mulai bisa berpikir tentang hati. Tapi ia terlanjur jauh bermain dengan hati. Sampai aku sendiri tidak bisa mengendalikannya.
Tapi lagi-lagi aku sadar, sepertinya aku memang bodoh. Ya, aku bodoh sekali. Selama ini aku telah membiarkan hatiku bermain-main sendiri. Padahal sudah lama sekali kawan mainnya berhasil mengurung hatinya dalam-dalam. Hhhhhhh, aku hanya bisa tertawa nyinyir melihat diriku ini. Jika aku ditanya, siapa hati paling bodoh yang pernah kutemui. Hati itu adalah hatiku sendiri. Bisa-bisanya dia bermain dengan bayangan kawan mainnya dulu lama sekali.
Mungkin sekarang, sepertinya aku sudah mengalami kemajuan. Sedikit demi sedikit, hatiku bisa menghapus bayangan kawan mainnya dulu. Kawannya yang sudah berhasil menenggelamkan nafsunya dalam-dalam. Aku juga ingin seperti dia. Berhasil menenggelamkan nafsuku dalam-dalam. Aku ingin berhasil menghapus bayangan hati kawanku sampai tak berbekas. Aku juga ingin membuat hatiku yang dulu menjadi bersih, dan hanya ku berikan untuk Tuhanku.
Sulit memang. Karena lagi-lagi manusia itu tak kan bisa sempurna. Bahkan hatiku ini juga Tuhanku yang memberikannya. Jadi apakah Dia akan marah jika aku menggunakannya untuk bermain dengan hati manusia lainnya? Bahkan sekalipun saat aku hampir kehabisan tenaga untuk menghapuskan bayangan kawanku. Aku memang tak sempurna. Aku tak bisa memungkirinya. Hatiku sudah terlanjur dalam kepadanya.
Tapi aku harus menegaskan pada diriku sendiri. Aku tak boleh mengharapkan balasan atas perasaanku ini. Aku sendiri yang akan menghapusnya. Aku sendiri yang akan membersihkannya. Tak perlu ada interaksi, tak perlu ada komunikasi. Tak perlu ada kenangan, tak perlu ada impian. Tak perlu ada alasan, tak perlu ada toleransi. Ini satu-satunya cara. Ya ini satu-satunya. Jika dia berhasil, maka aku pun harus bisa berhasil. Meskipun ku akui, kapasitasku tak setara dengannya. Maka caraku pun harus berbeda. Aku hanya ingin berusaha melalui jalan yang bersih, aku ingin cara yang bersih. Sekalipun diriku masih alfa.
Aku sendiri tak mengerti, apakah ini salah atau benar. Bahkan manusia se alim apapun tak kan bisa menentukannya. Juga takkan bisa menghindarinya. Ya itu benar, karena mereka juga tak sempurna. Setidaknya, mereka juga ada yang mengalaminya. Paling tidak mereka sudah berusaha. Berusaha untuk menjaga. Aku juga sudah berusaha. Tapi hati yang tetap berkata. Kalau ada yang bilang, sudah semaksimal apa usahaku, memangnya ada yang tahu titik maksimal usaha manusia itu seberapa? Kalau mau memakai istilah maksimal untuk mengukur batasan manusia, tentu saja sampai nyawa ini lepas dari raga. Jadi aku rasa, seharusnya tidak ada manusia mana pun yang berani bertanya titik maksimal itu. Tuhan yang lebih tahu semua itu. Lagi-lagi manusia itu tidak ada yang sempurna. Jangan bermimpi untuk mengadili manusia lainnya. Apalagi jika itu bukan kewenangan kita sebagai manusia.
Mereka bilang memalukan. Seorang pembelajar agama yang masih ingusan tak bisa menjaga hatinya. Hatinya pada manusia juga. Memalukan, ya memang memalukan, memalukan di hadapan Tuhannya. Tapi bukan tempatnya memalukan di hadapan manusia. Karena manusia itu lagi-lagi tak ada yang sempurna. Apalagi ingusan, bahkan yang sudah paham pun tak bisa luput dari ujian itu.
Bukan diriku ingin membela diri, atau hanya sekedar ingin mencari pembenaran. Aku juga manusia yang masih alfa. Tak pantas mencari pembenaran. Tapi aku bukan orang yang takut dengan penilaian manusia. Karena lagi-lagi manusia tak ada yang sempurna. Aku tak khawatir jika ditinggalkan manusia, karna mereka juga tidak akan bersamaku selamanya. Aku hanya takut jika Tuhanku yang berpaling dariku. Karena sikapku, karena lisanku, karena hatiku. Aku hanya yakin, Dia lah yang memberikan ujian. Maka Dia juga yang menilainya. Ujian tentang perasaanku, ujian tentang mentalku, ujian tentang nafsuku, ujian tentang akalku, dan ujian tentang hatiku. Tinggal bagaimana aku mempelajarinya, dan menjawabnya bukan dengan mencontek. Tapi menjawabnya dengan kemampuan dan usahaku sendiri. Biarlah Tuhanku yang memberi nilai akhirku. Dan cukup Tuhanku yang menolongku.

Minggu, 16 September 2012

Indonesia Bisa Bersama Pemuda


Setengah abad lebih, setelah dibacakan kalimat proklamasi oleh Ir. Soekarno di hadapan ribuan rakyat, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang merdeka dari  penjajahan bangsa asing. Selama setengah abad lebih itu pula, bangsa ini telah mengalami banyak gelombang untuk menegakkan konstitusi agar dapat berdiri tegak di atas tanahnya sendiri. Mulai dari orde lama sampai pada masa reformasi saat ini. Mulai dari pemimpin yang tegas, otoriter, sampai pada pemimpin yang sering dikritik oleh rakyatnya sendiri. Semua itu tidak lepas dari peran pemuda bangsa ini. Pemuda sering di sebut-sebut sebagai aktor penggerak perubahan. Akan tetapi perubahan seperti apakah yang seharusnya dibawa oleh pemuda.
Kondisi Indonesia pada saat perjuangan melawan penjajah sangatlah berbeda dengan kondisi masa reformasi saat ini. Begitupun kondisi pemudanya, yang bisa disaksikan sekarang dengan tokoh-tokoh yang digambarkan dalam berbagai buku sejarah sangatlah berbeda. Mulai dari mentalnya, kepedulian sosial, sampai pada kemampuan kreatifitasnya. Keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana pemuda memaknai peran sesuai dengan jamannya.
Pemuda memiliki semangat untuk berubah dan kemampuan untuk melakukan perubahan. Hal ini yang menjadi peran paling penting dari pemuda. Potensi pemuda menjadi sumber daya terbesar dan aset termahal di negara manapun. Di Indonesia, gerakan pemuda memang selalu berkaitan erat dengan arus perubahan nasib bangsa. Di era reformasi ini arus demokrasi dan kebebasan menjadi landasan bangsa Indonesia. Gerakan pemuda pun beradaptasi dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi negara Indonesia. Mulai dari perjuangan melawan penjajah hingga perjuangan dalam meningkatkan pembangunan bangsa.
Kondisi bangsa ini pun dapat dikatakan mengalami perubahan secara fluktuatif. Dari kondisi ekonomi yang benar-benar miskin karena beratus-ratus tahun hartanya telah digali penjajah. Sampai sekarang bisa dikatakan cukup makmur “bagi kalangan kaum tertentu”. Ya benar, Indonesia memang telah makmur, makmur menguras tenaga rakyat kecil, sehingga pemimpinnya bisa menikmati kemewahan fasilitas yang disediakan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.  Fasilitas yang diberikan pun tidak main-main, mulai dari mobil dinas, rumah mewah dinas, perjalanan dinas. Tapi jarang sekali kita mendengar pemimpin kerja dinas untuk menyejahterakan rakyat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, namun bangsa ini menderita karena kezaliman para pemimpinnya. Sudah cukup lama bangsa Indonesia mengalami Krisis multidimensional. Mulai dari ekonomi, moneter, hukum, moral dan masih banyak lagi.
Indonesia dapat dikatakan negara berkembang. Akan tetapi, perkembangan tersebut masih belum dapat terlepas dari intervensi beberapa negara yang menanamkan modalnya di tanah kaya Indonesia. Barbagai kebijakan memang telah disusun pemerintah untuk menegakkan konstitusi negara. Seperti yang dijelaskan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam sosialisasi 4 pilar di Jawa Tengah awal September 2012 lalu, bahwa 4 pilar yakni Pancasila, UUD’45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan satu kesatuan tonggak untuk menegakkan konstitusi bangsa ini. Tonggak untuk mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri. Namun, apakah keempat pilar tersebut sudah efektif diterapkan di negeri ini jika tidak dibarengi dengan ketulusan pemimpin dalam membangun negara. Serta peran pemuda yang seharusnya harmonis dengan kebijakan pemerintah. Bahkan sesempurna perundang-undangan yang dibuat di negara ini sekalipun, tak akan pernah cukup untuk merubah bangsa ini jika tidak diimplementasikan secara menyeluruh dan utuh dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagus apapun peraturan yang telah dirangkai, jika tidak diaplikasikan, maka hasilnya tetap saja nihil. Dan itulah yang terjadi dalam tubuh dan jiwa bangsa kita saat ini. Maka tidak heran jika kekuatan konstitusi kita masih saja dikuasai oleh segelintir orang kaya di negara ini. Kekuatan konstitusi tidak sekuat kekuatan pemilik modal. Bahkan Presiden di negara ini yang sejatinya memiliki kekuasaan tertinggi untuk menegakkan konstitusi, terkesan hanya sebagai simbol pemimpin negara yang masih ditentukan oleh keputusan pemilik modal. Hasilnya, keputusan yang seharusnya diambil pemerintah berdasarkan kebutuhan rakyat, masih diorientasikan dengan keinginan penanam modal. Dan sayangnya, keputusan yang diinginkan pemilik modal lebih sering memihak pada kebutuhan pribadi dan golongannya. Hal ini sangat terlihat dari naluri manusia yang ingin memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu. Hingga yang menjadi korban lagi-lagi mental rakyatnya, yang ingin marah tetapi tak punya kekuatan. Akhirnya kemarahan itu dilampiaskan dengan balas dendam untuk melakukan hal yang sama bagi kepentingan golongannya. Secara psikologis sifat tersebut tidak disadari dengan baik. Maka tidak heran jika sekarang mahasiswa banyak yang meneriakkan kata idealisme, tapi tak ada perubahan mutlak yang dilakukan ketika giliran mereka yang menduduki peran sebagai pimpinan. Sehingga mental pemuda bisa dikatakan tidak mengalami kenaikan secara signifikan, justru cenderung stagnan.
Akibatnya, yang terjadi adalah penggalian harta Indonesia yang seharusnya menjadi hak bangsa ini, tetap saja dikuasai bangsa asing. Indonesia masih belum bisa terlepas dari masalah intervensi oleh kekuatan asing. Alasannya karena Indonesia belum mempunyai teknologi yang memadahi untuk mengolah sumber daya alamnya. Dan hal itu pula yang menyebabkan tidak lebih 20 persen saja hasil kekayaan SDA yang masuk kedalam  kas negara. Lantas dimana sebenarnya kekuatan konstitusi negara kita.
Kebutuhan Impor bahan pangan yang seharusnya bisa dihasilkan secara swadaya oleh negara agraris ini, tidak segera dapat dilihat penurunannya. Bahkan pengolahan minyak bumi seperti Pertamina, keuntungan yang masuk APBN tidak lebih dari 30 persen, sisanya tentu saja sudah menjadi hak milik penanam modal. Lalu bagaimana dengan pemasukan dari perusahaan tambang milik swasta yang justru lebih menjamur di negara ini. Seberapa besar hasil alam yang dikembalikan ke dalam kas negara? Walhasil, slogan pembangunan negara macet, karena kehabisan modal, atau tetap jalan tetapi dengan kondisi seadanya.
Akhirnya solusi yang dianggap paling efektif adalah dengan memotong subsidi di berbagai sektor yang justru bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat kecil. Rakyat yang sehari-seharinya harus berhemat untuk mencukupi kebutuhannya, dipaksa untuk lebih berhemat lagi tanpa ada usaha pemberdayaan secara optimal. Subsidi pendidikan pun masih dihitung-hitung. Padahal pendidikan anak bangsa ini lah yang seharusnya menjadi bekal utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga tidak ada lagi alasan jika negara ini belum mempunyai teknologi dan ahli yang dapat mengelola sumber daya alam Indonesia secara mandiri.
Beberapa program pemerintah yang tidak masuk akal pun mulai dicanangkan untuk memberi kesan kepedulian terhadap sektor ekonomi mikro. Dengan dalil memberi modal dalam bentuk bantuan langsung tunai, pemerintah sudah cukup menjadi pahlawan di hadapan rakyatnya sendiri. Tetapi tetap saja konstitusi kita ini masih menjadi kerdil jika dihadapkan dengan pemilik modal dari asing. Bantuan-bantuan pemerintah akan menjadi nol, jika tidak dibarengi dengan pembekalan keterampilan secara optimal. Karena rakyat kita ini memiliki kemampuan tetapi belum mempunyai mental cukup untuk mandiri. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan penuh dari berbagai hal untuk dapat mendirikan sektor ekonomi mikro ini menjadi kekuatan besar dalam meningkatkan ekonomi bangsa.
Dan upaya itu akan menjadi sangat optimal jika peran pemuda bangsa dapat menyentuh beberapa aspek kehidupan terutama di kalangan masyarakat kecil secara langsung. Sektor ekonomi mikro memiliki potensi yang cukup besar untuk menunjang pembangunan ekonomi makro di negara ini. Karena pada dasarnya, ekonomi mikro merupakan motor penggerak utama dalam ekonomi rakyat yang mayoritas sebagai home industri. Bangsa ini tidak bisa meremehkan peran home industri, baik sektor pertanian, perikanan, sampai pada industri kreatif, dan bahkan bisa dikembangkan dalam peningkatan teknologi. Hal ini bisa kita bandingkan dengan negara cina yang mampu mengelola sektor home industrinya sehingga mampu menjadi kekuatan besar bagi perekonomian negaranya.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu inovasi kreatif dari para pemuda bangsa dalam mendorong majunya industri masyarakat kecil. Karena pemuda sejatinya memiliki berbagai macam ide yang mampu menyentuh masyarakat kecil secara langsung. Contohnya dalam pengembangan komunitas atau yang sering di sebut sebagai desa binaan. Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan melalui desa binaan tersebut. Mulai dari aktivitas sosial, sociopreneur, hingga technopreneur dapat dikembangkan dalam rangka pemberdayaan potensi masyarakat. Sehingga diharapkan, upaya tersebut dapat secara efektif meningkatkan ekonomi rakyat secara mandiri dan terorganisir. Tentu saja usaha tersebut akan menjadi optimal ketika berbagai pihak, terutama pemerintah dalam ikut berperan serta bersama pemuda baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, hingga swasta. Keseluruhan pihak ini harus mampu bersinergi untuk mewujudkan peningkatan ekonomi rakyat yang mandiri dan berkelanjutan.
Jika seorang profesor sekalipun mengatakan bahwa penelitian adalah hal paling utama dalam mewujudkan pembangunan bangsa, hal itu tidak akan menjadi suatu karya yang luar biasa jika tidak diaplikasikan untuk kebermanfaatan. Oleh karena itu, peran pemuda lah yang menjadi garda terdepan untuk dapat mengaplikasikan berbagai hasil penelitian ke dalam dunia nyata. Sehingga dapat menghasilkan nilai jual serta dapat menjadi kekuatan dalam mewujudkan pembangunan bangsa. Hal ini tidak akan terlepas dari peran pemerintah yang seharusnya lebih memperhatikan perkembangan rakyatnya dibandingkan dengan kepentinagn pemilik modal yang sifatnya sementara dan useless bagi rakyat kecil. Karena semakin negara kita dikuasai oleh intervensi asing, maka akan semakin habis pula sumber daya negara ini tanpa ada timbal balik yang seimbang. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dalam menanggapi hasil karya yang diciptakan pemuda bangsa sekalipun standarnya masih di bawah produk asing. Lagipula, kita menggunakannya di dalam negara kita sendiri, mengapa harus menetapkan standar asing bagi produk kita sendiri.
Jika entrepreneur dengan korporasi besar bukanlah solusi yang relevan bagi masalah sosial yang ada saat ini, maka lebih dari 200 juta manusia Indonesia membutuhkan bentuk baru yang dapat menjawab tantangan global yang semakin kompleks. Disfungsi sistem dan eksploitasi sosial. Ketidakseimbangan yang kemudian memancing jiwa - jiwa entrepreneur yang lebih idealis. Kreativitas rakyat yang kini dikerdilkan dengan iming - iming lapangan kerja, harus ditumbuhkan kembali. Kubangan pekerja telah menanti ide - ide baru yang menutup telinga pada stereotip yang berkembang, menciptakan nilai multidimensi, dan tak hanya bermimpi tentang bagaimana menciptakan sebuah kesepakatan, tapi menuju pada kondisi ideal.
Sejarah mengatakan tanpa pemuda negeri ini tidak akan menikmati kemerdekaan dan terus menerus hidup dalam ketidakadilan. Perubahan menjadi indikator suatu keberhasilan terhadap sebuah gerakan pemuda. Perubahan menjadi sebuah kata yang memiliki daya magis yang sangat kuat sehingga membuat gentar orang yang mendengarnya, terutama mereka yang telah merasakan kenikmatan dalam iklim status quo. Kekuatannya begitu besar hingga dapat menggerakkan kinerja seseorang menjadi lebih produktif. Keinginan akan suatu perubahan melahir sosok pribadi yang berjiwa optimis. Optimis bahwa hari depan pasti lebih baik. Jadi, bangsa ini harus mampu berubah, berubah menjadi bangsa yang mandiri bersama dengan inovasi para pemuda.

Rabu, 18 Juli 2012

Curhat Gag Penting

Assalamu'alaykum,

Jarang-jarang nih aq nulis pagi-pagi buta gini. Ini karena aq uda mulai semangat buat memulai pagiku dengan aktivitas yang bermanfaat. Aq gag mau lagi kayak kemarin-kemarin yang penuh dengan keGalauan setiap pagi hari. Walhasil siangnya berantakan. Oke kali ini dan seterusnya gag bakal terjadi lagi.
Oke guys, salah satu yang membuat aq semangat hari ini adalah karena aq teringat dengan project-project yang ada di depan mata. Mesikpun semua masih jauh untuk bisa di implementasikan secara optimal, tapi impian besar itu selalu ada.  Mulai dari project sosial sampai pada bisnis. Bismillah deh pokoknya.
Terus kali ini adalah hari kedua aq masuk Kerja Praktek. ujur aq gag punya modal apa-apa buat ngejalanin KP ini. Ya mow gimana lagi ini wajib dilakukan sih. Tapi dari situ lah aq semangat karna aq bakal belajar tentang tekni Industri lebih dalam n nyata. Amiin..
Udah deh ceritanya, karena aq harus berangkat KP puagi-puagi sekaliii, jadi harus kuakhiri deh tulisan ini. bayangin aq bakal moto-motoran ke ngaliyan dari tembalang setiap hari buat KP. Kebayang gag capeknya. tapi harus tetep aku lakukan. baru kayak gini doank, masih belum seberapa dengan kalo ngeliat kakakq kerja di pabrik, nbapakku yang ngurus bengkel..
udah ya,,mow mandi dulu,,haha
wassalmu'alaykum... ^_^

Kamis, 12 Juli 2012

She Is Trully My Mom (Dia lah Ibu ku)

Ini adalah cerita nyata yang dialami keluargaku. Cerita yang cukup mengharukan, serta sangat memberikan pesan hidup yang luar biasa bagi seorang insan. Memang cerita ini tidak langsung kualami, tapi dari cerita ini aku bisa mengambil hikmah yang luar biasa. Hikmah akan pengaruh seorang Ibu dalam kehidupan kita, hikmah akan cinta seorang ibu yang takkan pernah bisa diganti oleh siapapun. Mungkin cerita tentang kuatnya cinta seorang ibu memang sudah sering kita lihat dalam kehidupan kita masing-masing dan tidak bisa diragukan lagi. Tapi apa yang aku lihat ini, sungguh begitu Unik dan Luar biasa.
Cerita ini dialami langsung oleh Kakak kandungku yang sejak kecil diasuh oleh Kakek kandung dan Nenek tiri kami. Panggil saja namanya Prast. Kak Prast mulai tinggal bersama dengan Keluarga nenek saat masih berumur dua tahun. Pada saat itu pula, ibu kami memiliki dua orang anak yang masih balita. Kak Prast yang masih berumur dua tahun, dan Kak Rini yang berumur dua bulan. Kami merupakan keluarga sederhana yang tinggal di sebuah desa kecil di ujung kota Jepara. Desa Dermolo namanya.
Sekitar awal tahun 80-an, kondisi ekonomi di desa tersebut bisa dikatakan minim. Bisa dibayangkan, saat itu kendaraan  transportasi umum untuk menuju sebuah pasar yang berjarak 10 KM belum ada sama sekali. Jalan raya pun masih beralaskan tanah dan batu. Sisi kanan dan kiri dipenuhi hutan jati. Begitu pun keadaan keluarga kami dengan kondisi rumah yang masih beralaskan tanah. Dinding rumah kami berasal dari anyaman bambu dalam bahasa Jawa nya disebut Gedeg. Tidak hanya itu, atap rumah kami pun masih terbuat dari anyaman daun lontar yang disebut Welit. Dan setiap hujan mendera, maka sang ibu harus sudah siap dengan baskom anti bocornya, agar tetesan air yang masuk ke rumah kami tidak membuat becek di permukaan tanah alas rumah kami. Tapi hal itu menjadi wajar, karena kondisi tetangga kami pun tak jauh berbeda dengan rumah kami. Yah tahun 80-an memang kondisi negara ini masih sangat jauh dari istilah makmur apalagi maju.
Kalau ditanya masalah fasilitas rumah, apalagi televisi, listrik saja belum masuk di wilayah kami. Hanya lampu teplok satu-satunya sumber penerangan di malam hari. Hanya Radio kuno saja yang menjadi hiburan keluarga sambil menghabiskan waktu malamnya. Itu pun hanya dimiliki beberapa orang yang menjabat sebagai pamong desa saja yang bisa membelinya. Kalau seperti keluarga kami yang hanya berpenghasilan sebagai tukang ukiran kayu di jepara, paling hanya bisa menikmati indahnya bintang di malam hari sebagai teman malam. Ya begitulah kondisi keluarga ku saat itu, kondisi desa di daerahku. Meskipun begitu, desa itu penuh dengan kedamaian dan kekeluargaan serta suka saling tolong menolong.
Karena kuatnya sifat tolong-menolong tersebut, sampai sempat sedikit disalah artikan oleh Nenek tiri kami. Dengan melihat kondisi keluarga anaknya yang masih kesusahan secara ekonomi, serta harus menghidupi 2 bayi mungkin akan menjadi berat. Sehingga nenek kami berinisiatif untuk mengadopsi, istilah halusnya merawat kakakku mas prast. Tentu saja ibu dan ayah ku tidak setuju dengan hal itu, karena mereka masih merasa mampu untuk merawat kedua buah hatinya. Meskipun sebenarnya jarak rumah mereka juga tidak berjauhan, hanya bertetangga desa. Tapi tetap saja orang tua kami memikirkan efek ke depannya, karena bagi mereka buah hati adalah harta yang paling berharga dibandingkan dengan materi.
Akan tetapi, takdir berkata lain. Suatu hari ibuku hendak pergi ke pasar untuk berbelanja bahan makanan untuk warungnya. Pasar yang berjarak sepuluh kilometer harus ditempuh dengan berjalan kaki. Ayah kami pun sedang bekerja di mebel bosnya. Hanya Nenek kami yang bisa membantu untuk menjaga kedua bayinya saat ibu belanja ke pasar. Pagi-pagi betul ibuku mengantarkan kedua bayinya ke rumah nenek. Ibu mulai berangkat ke pasar setelah memastikan bahwa kedua bayinya tidak akan rewel saat ditinggal beberapa jam karena kehausan ASI. Sebenarnya tidak ada firasat apa-apa saat ibuku mulai berangkat ke pasar, karena di dalam hatinya dia hanya menitipkan kedua bayinya beberapa jam saja di rumah nenek kami. Mungkin hanya sedikit tidak tega saja, khawatir jika nanti mereka kehausan ASI.
Tidak memakan waktu sehari penuh ibuku sudah kembali, dan menjemput kedua bayinya. Yah seperti dugaannya, kedua bayinya dalam keadaan baik-baik saja. Hanya sedikit kehausan, kekhawatiran ibu tidak terjadi terlalu parah. Tapi ada yang aneh dari situ. Saat ibuku sudah mulai menggendong kedua bayinya bersamaan, tiba-tiba kak Prast meronta minta diturunkan. Awalnya ibuku berfikir, mungkin karena kak Prast masih ingin bermain. Bayi 2 tahun yang masih belum bisa jalan itu merasa tidak nyaman saat berusaha digendong ibunya. Tapi karena hari sudah menjelang sore, ibu tetap merayu kak Prast untuk diajak pulang. Tidak seperti biasanya, kak Prast tetap meronta menolak digendong ibu.
Dari situlah awal cerita seorang anak yang selama dua puluh tahun tidak mengakui ibu kandungnya sendiri. Selama dua puluh tahun pula, sang anak tidak mau dirawat oleh sang ibu kandung, serta tidak pernah memanggil ibunya sebagai Ibu. Meskipun mereka tetap sering bertemu, karena hanya bertempat tinggal bersebelahan desa. Akan tetapi sang anak sama sekali tidak pernah memanggil dan mengakui ibunya sendiri. Tidak dapat saya bayangkan betapa hancurnya perasaan ibu saya, ketika melihat perkembangan anak sulungnya, akan tetapi tidak dapat memeluknya.
Akan tetapi, keajaiban pun terjadi. Tuhan telah menunjukkan kuasanya, bahwa sekuat apapun sang anak menolak ibu kandungnya, harga setetes air susu ibu tidak akan pernah bisa memisahkan batin mereka. Hal ini terbukti ketika kakak sayaberusia sekita 22 tahun. Saat itu ia menjadi seorang mahasiswa angkatan akhir. Mulai dari situlah ia mulai tergerak hatinya untuk memanggil ibu kami dengan sebutan ibu. Apakah mungkin karena ia segan, atau karena ia sudah mulai sadar, hanya ia dan Tuhan yang tau. Sedikit demi sedikit ia membiasakan untuk berinteraksi dengan ibu kami. Meminta uang saku pun ia kini lebih sering kepada ibu, daripada kepada ayah. Dan puncaknya telah saya saksikan sendiri, ia menangis dalam pangkuan ibu, ketika lebaran tahun 2004. Saat ia diwisuda menjadi seorang sarjana dengan gelar Sarjana Teknik. Di situ ia mengeluarkan seluruh perasaannya, rasa dosanya karena tidak pernah mengakui ibu sejak balita. Rasa cintanya yang luar biasa, ia mengakui, meskipun selama ini yang dianggapnya sebagai ibu adalah nenek kami, tapi ia sadar bahwa wanita yang dipeluknya inilah Ibu nya yang sesungguhnya. Ibu yang tidak pernah mengharap imbal jasa apapun dari sang anak. Ibu yang bahkan siap rela mati demi sang anak. Ibu yang telah menguras keringatnya untuk menanam kacang di sawah demi biaya kuliah sang anak. Ibu yang selalu menangis di hadapan Allah untuk mendoakan sang anak. Sungguh hanya satu-satunya wanita inilah yang dapat melakukan hal itu kepada kakaku, begitupun kepadaku. Maafkan aku ibu, maafkan aku yang kadang lalai kepadamu. Sungguh air mataku tak kan cukup membayar semua salahku padamu. Love you much mom.