Senin, 15 Agustus 2011

Indonesia Menuju Bangsa Yang Cerdas dan Religius


Sekitar sepuluh tahun terakhir lebih Indonesia dikenal sebagai Negara yang telah bebas dari rezim pemerintahan otoriter. Peristiwa revolusi yang membuat turunnya kepemimpinan Soeharto menjadi bukti bahwa Indonesia telah terlepas dari belenggu kediktatoran seorang pemimpin. Tidak hanya itu, peristiwa revolusi ini bahkan sangat popular dilakukan oleh sebagian Negara di Timur Tengah yang ingin bebas dari Pemerintahannya saat ini. Karena revolusi ini memiliki kekuatan besar dalam melakukan reformasi baik sebagian atau menyeluruh atas  pemerintahan suatu bangsa. Sejak sepuluh tahun itulah Indonesia menjadi Negara yang diharapkan dapat menjadi bangsa yang cerdas, bukan bangsa yang hanya meng-ekor pada pimpinan.
Revolusi terjadi akibat peran pemuda dan para pelopor perubahan. Hal ini dilakukan karena kejenuhan terhadap kepemimpinan yang tidak memberikan peran rakyat dalam berpikir sama sekali. Bahkan rakyat dibuat seolah-olah telah tertidur pulas, dan tidak menyadari segala gerak pemimpin. Kesejahteraan digambarkan dalam anganan mereka, tanpa mereka sadar bahwa mereka berada dalam timangan sesaat. Dan setelah kekayaan bangsa habis, maka yang tersisa hanyalah hutang dan beban yang harus ditanggung rakyat sepenuhnya. Akan tetapi, bangsa ini telah terlepas dari mimpi buruk itu sejak sepuluh  tahun terakhir.
Ketika Orde Baru tumbang, setiap kalangan menuntut kembali hak-hak politiknya yang selama bertahun-tahun dikerangkeng oleh negara. Konsekuensi dari liberalisasi politik ditandai dengan terjadinya ledakan partisipasi politik. Ledakan ini terjadi dalam bentuk yang beragam. Pada tataran akar rumput (grass root), ledakan partisipasi politik banyak mengambil bentuk huru-hara, kekerasan massa, amuk massa, atau praktek penjarahan kolektif. Sementara ledakan partisipasi politik di kalangan elit politik ditandai dengan maraknya pendirian partai politik.
Sebagai perwujudan dari ledakan partisipasi politik itu, para elit politik berlomba-lomba mendirikan kembali partai politik, sehingga jumlah partai politik banyak. Klimaks dari pendirian partai politik adalah diselenggarakannya pemilu di tahun 1999. Inilah pemilu pertama pasca Orde Baru dan pemilu kedua setelah pemilu 1955, yang oleh para pengamat asing disebut sebagai pemilu paling bersih.
Namun, apakah perubahan system yang sudah tercapai itu telah membawa dampak besar terhadap kehidupan bangsa? Sejauh mana langkah konkrit yang telah dilakukan dalam system Demokrasi yang diagungkan tersebut? Ketika bangsa ini dapat melihat sisi lain dari pemerintahan, maka akan terlihat begitu lemahnya perubahan yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena tidak ada tanggapan dan persiapan yang matang setelah revolusi. Pemerintahan menjadi kosong dan vacum. Langkah selanjutnya bahkan tidak disiapkan dengan jelas. Akibatnya, kondisi bangsa tidak kunjung berubah dalam kurun waktu tidak kurang dari sepuluh tahun ini.
Permasalahan di negara kita semakin kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. KKN, Keserakahan, Kapitalisme, Lunturnya harga diri bangsa dan Lack of Leadership sudah menjadi hal yang dianggap biasa terjadi di Indonesia. Tanpa disadari, permasalahan itulah yang menyebabkan kerugian terbesar dan semakin rendahnya mental bangsa Indonesia. Mulai dari kemiskinan yang tidak henti, pendidikan rendah, sumber daya manusia lemah, sampai teknologi yang selalu ketinggalan dengan negara-negara maju seperti Jepang, Amerika, dan Belanda.
Oleh karena itu, saat ini diperlukan peran mahasiswa sebagai solusi permasalahan bangsa dan perubahan. Karena memang pada dasarnya peran mahasiswa adalah sebagai agen perubahan (agent of change). Sumber daya manusia terbesar dalam perubahan berada di tangan mahasiswa, karena dari pemikiran mahasiswa yang selalu inovatif, penuh akan ide, dan tidak mudah berhenti sebelum mencapai titik optimum. Selain itu, dalam setiap langkah mahasiswa akan didasari dengan ketulusan dan keikhlasan untuk rakyat kecil utamanya.
Tanpa melihat keterkaitan global dan universal itu, setiap solusi permasalahan di dalam negeri tidak bisa tuntas diselesaikan. Dengan perspektif itulah wawasan kebangsaan perlu dibangun. Saat ini bangsa Indonesia sudah bisa merasakan betapa besar, kaya dan luasnya negeri, ternyata tidak memberikan solusi mengatasi problem masyarakat.
Ketika pergerakan uang dan modal tidak dibatasi sekat-sekat antarnegara, maka kekayaan dan luasnya sebuah negara tidak lagi menjadi modal kompetitif untuk pembangunan sebuah bangsa. Kini, modal kompetitif tersebut adalah kualitas sumber daya manusia. Dengan tolok ukur inilah, kita mengukur sejauh mana kepemimpinan itu mempunyai wawasan kebangsaan. Indonesia sendiri adalah negara besar yang nyaris lengkap. Penduduk besar, kekayaan alam besar dan secara geopolitik dan geostrategis juga menguntungkan dalam kancah kompetisi internasional. Akan tetapi, keuntungan-keuntungan tersebut belum termanfaatkan dengan baik.
Kondisi Indonesia yang sangat lamban dalam melakukan perubahan, mendorong para pemuda untuk memperjuangkan bangsa ini lebih keras lagi. Sistem pemerintahan yang semakin lama semakin tidak besahabat dengan rakyat, sangat perlu direvisi dan dilakukan perbaikan secara terus menerus. Baik dari system yang ada maupun individu yang memegang kekuasaan di dalamnya. Ironisnya, yang sering dijadikan pelaku perampasan hak rakyat kecil adalah pemerintah. Rakyat juga tidak dapat disalahkan dalam hal ini. Sikap rakyat seperti ini, timbul karena kejenuhan terhadap lambatnya gerakan pemimpin dan sikapnya yang seolah-olah lupa akan kondisi rakyat kecil.
Oleh karena itu, pemimpin di negeri ini perlu dikawal secara ketat oleh rakyat. Bangsa yang cerdas adalah profil bangsa yang selalu kritis dengan gerakan pemerintah, bukan hanya bangsa yang menggantungkan dirnya kepada pemerintah. Konsep bangsa yang mandiri sangat tepat dijadikan sebagai pondasi kesejahteraan bangsa dalam hal ini. Akan tetapi, kemandirian tersebut juga harus diimbangi dengan moral yang baik dan disiplin tentunya.
Moral suatu bangsa sangat berpengaruh terhadap sukses atau tidaknya tujuan bangsa itu sendiri. Pada hakikatnya moral tersebut terkandung dalam ajaran suatu agama, baik agama manapun. Dan Indonesia memiliki hal itu. Bahkan Indonesia sering dikenal sebagai Negara beragama. Akan tetapi, mengapa moral bangsa ini masih kalah jauh dibandingkan dengan Negara-negara liberal. Baik dalam segi moral kedisiplinan, kejujuran, dan lainnya. Hal ini juga mempengaruhi mental bangsa. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa bukan hanya sistemnya saja yang masih berantakan, tetapi kepahaman rakyatn dalam memahami hakekat suatu kemandirian dan religiusitas itu sendiri lah yang menyebabkan rendahnya moral dan mental bangsa ini di hadapan dunia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar